Skip to main content

Menjadi Yatim Piatu sebelum umur 30

Setiap manusia di dunia ini suatu saat pasti bakal menjadi yatim piatu. Tetapi nggak pernah terbayangkan sebelumnya kalau saya mengalaminya sebelum genap berusia 30 tahun. Setelah saya meraih pencapaian terbesar saya di tahun 2017, nggak terbayang kalau di akhir tahun 2017 itu juga saya mendapatkan ujian terbesar. 

Waktu itu di awal Desember 2017, mama saya berencana akan pulang ke Indonesia setelah 2 bulan bersama saya di Melbourne. Sekitar 2-3 minggu sebelum rencana kepulangannya, mama menunjukkan gejala sakit yang aneh. Seperti masuk angin tapi enggak sembuh sembuh. Tidak nafsu makan dan berat badannya turun drastis. Katanya kangen makanan Indonesia, enggak cocok makanan western. Lalu sering senewen dan pingin beli ini itu. Kalau malam dan pagi hari, kadang merasa kedinginan. Saya dan suami sih mengira hanya masuk angin biasa dan homesick aja. Sampai tiba hari di mana mama saya berencana pulang itu dan kami antar di Airport.

Hari di mana mama saya harus ke Airport itu juga saya harus berangkat kerja, tetapi karena mama merasa kurang fit dan enggak bisa bahasa inggris, saya pegangin deh tulisan yang bunyinya "kalau keadaan darurat, telepon saya atau tempat kerja saya di nomor bla bla bla". 

Sekitar jam 10 pagi saya kerja, bos saya di tempat kerja dapat telpon dari Melbourne Airport. Saya ditelepon oleh paramedis Airport, katanya mama saya kurang fit untuk naik pesawat, tolong dijemput pulang. Lalu orangnya mengoper telepon itu ke mama, mama saya masih ngotot buat pulang. Katanya enggak apa apa, cuma pusing biasa, antarkan aja masuk pesawat. Tetapi karena di sini aturannya ketat, saya tetap disuruh jemput mama pulang dan akan diberi tiket pengganti kalau saya bisa dapat surat keterangan dokter kalau keadaan mama memang sehat.

Sepulang kerja, saya antar mama ke dokter sesuai dengan petunjuk teman sekerja saya karena di sini susah dapat slot dokter kalau enggak booking sebelumnya. Datanglah saya ke dokter langganan teman saya itu. Waktu di cek, katanya detak jantung mama saya tinggi dan dokter menyarankan saya untuk bawa mama saya ke rumah sakit.

Di UGD rumah sakit itu dokter umumnya bingung juga, kalau cuma pusing kenapa enggak boleh naik pesawat, akhirnya di-cek lah darah nya. Mungkin mama dehidrasi jadi detak jantungnya tinggi. Karena mama saya punya kebiasaan buruk enggak suka minum air putih, maka kadang sering lupa minum. Dokter UGD bilang jika hasil darah normal, mama akan diberi surat pengantar buat pulang.

Sejam setelah periksa darah, dokter tiba tiba menyuruh mama masuk ke ruangan emergency karena mereka mendapat kabar dari laboratorium kalau hasil periksa darah menunjukkan keganjilan. Singkat cerita, mama didiagnosa kanker darah jenis akut (AML).

Hari hari setelah mama didiagnosa, rasanya udah seperti ngawang. Baru saja mau membangun stabilitas setelah mendapatkan PR, kenapa cobaan begitu berat. Tetapi Tuhan Yesus baik, Dia mengirimkan orang orang dari gereja untuk datang menjenguk dan memberi kekuatan moral. Mama dikenalkan pada Tuhan Yesus oleh misionaris gereja dan dibimbing untuk Terima Tuhan di hatinya. Rumah sakit khusus kanker memberikan pelayanan kemoterapi induksi dengan biaya yang boleh dicicil semampunya per bulan. Sampai akhirnya mama bisa pulang ke Indonesia dan keluarga suami menawarkan bantuan untuk merawat mama di rumah mereka. 

Sampai pada hari kenaikan Tuhan Yesus - 10 Mei 2018 (hari di mana saya ambil cuti sakit dan sempat nulis blog), Tuhan Yesus memanggil mama kembali ke rumahNya. Keluarga suami saya membantu mengaturkan peti, rumah duka dan saya langsung pesan tiket pulang. Kerabat mama yang lama tidak pernah bertemu saya juga datang semuanya mengantar mama ke tempat peristirahatan terakhir.
13 Mei 2018 - hari Ibu Nasional di Australia menjadi hari penguburan mama saya. Hari di mana adanya bom di Surabaya. Salah satunya yang di bom adalah gereja sepupu saya dan hari itu sepupu saya ikut penguburan jadi tidak ke gereja. 

Demikianlah saya resmi menjadi yatim piatu karena papa saya juga sudah dikremasi 9 tahun lalu di 3 September 2018 - bertepatan dengan hari Ayah Nasional di Australia.

Kebetulan ya hari kematian mereka dirayakan menjadi hari Ibu dan Ayah di sini..

Lalu dari mana kekuatan yang saya dapatkan sehingga saya bisa terus menjalani hidup ini kalau bukan kekuatan dari Tuhan??

NB: saya anak tunggal dan kayaknya anak saya jangan jadi anak tunggal deh...


Written by: Anita (13 September 2018)



Comments

Popular posts from this blog

Jose's Birth Story

Hai.. Sebenarnya anakku Jose ini udah lahir sejak bulan Maret 2014, tapi karena aku baru tertarik buat nge-blog sekarang, jadinya aku baru nulis sekarang deh.. hehehe.. Oke, kita mulai ceritanya dari waktu Jose masih berupa benih di dalam kantong rahim.. Waktu itu bulan Agustus 2013, udah setengah taon lebih aku married and belum dikasih momongan.. Waktu itu aku iseng buat test pack soalnya aku merasakan gejala mens sejak seminggu yang lalu tapi nggak keluar keluar mens-nya.. Sempat ada bercak di CD tapi tetep aja aku tunggu berhari hari juga enggak bocor.. Akhirnya waktu itu hari sabtu, aku test deh pagi-pagi.. Pikirku sekalian mumpung sabtu, kalo hasilnya positif, bisa langsung ke dokter.. Aaaand.. Jeng jeng!! Dua garis lohhh sodara .. :) Aduh seneng donk ya.. langsung waktu itu aku kasih tau suami yang barusan bangun tidur.. waktu itu dia masih setengah percaya nggak percaya, akhirnya kami putuskan untuk USG hari itu juga ke Siloam Surabaya.. Dan ternyata aku hamil 4 minggu hihi...

Akhirnya kami jadi Permanent Resident Australia

Akhirnyaaaa… Kami sekeluarga mendapatkan permanent residency dari Pemerintah Australia. Satu lagi mujizat Tuhan yang terbesar dalam hidupku. Perjalanan kami untuk mendapatkan PR Australia ini cukup panjang dan berkelok kelok dan dengan kuasa Tuhan, DIA membuat segala sesuatunya indah pada waktuNya. Berawal dari perbincangan saya dengan teman semasa kuliah dulu di tahun 2014, saya dan suami bertekad untuk mendapatkan permanent residency ini. Dan langkah yang kami ambil sebenarnya sangat ekstrem. Saat itu saya sedang hamil Jose. Di bulan ke 7 kehamilan saya, saya mencoba mendaftar di salah satu Institute di Melbourne dan akhirnya diterima di sana. Kami menjual aset kami yang ada di Indonesia untuk terbang ke Melbourne dan memulai hidup sebagai student di sana. Dengan berat hati karena pemegang Student Visa Australia tidak bisa mendapatkan fasilitas Childcare yang harganya bisa mencapai 700ribu rupiah / 60-70 AUD per hari maka kami pun meninggalkan anak kami yang masih bayi yang saat...

Ikatan batin anak dan orang tua yang tinggal terpisah

Setelah 6 bulan nggak pulang ke Indonesia, akhirnya saya pulang juga tanggal 11 April kemarin buat ambil beberapa dokumen, having quality time dengan anak yang harus sementara saya titipkan ke mama dan sekaligus buat merayakan ultah mama. Setelah sekian lama saya bersama suami merantau ke Melbourne dan study disana, ada banyak suka dukanya. Sukanya adalah kami merasa bersyukur bisa merasakan pengalaman yang (mungkin) belum tentu dirasakan oleh orang lain, atau mungkin ada beberapa orang yang sangat ingin merantau dan menimba ilmu di negeri Kangguru tapi belum mendapat pencerahan (seperti saya dulu karena keinginan ini baru tercapai setelah saya menikah dan punya anak). Dukanya.. tentu bisa ditebak! Berpisah dengan anak untuk bekerja dan belajar di sana itu bisa jadi "cemoohan" beberapa orang. Banyak sekali orang yang ketemu dan tau bahwa kami sudah punya anak langsung memberikan judgement " How can you do that??" dan tentu saja itu tidak bisa saya artikan sebagai p...