Skip to main content

Ikatan batin anak dan orang tua yang tinggal terpisah

Setelah 6 bulan nggak pulang ke Indonesia, akhirnya saya pulang juga tanggal 11 April kemarin buat ambil beberapa dokumen, having quality time dengan anak yang harus sementara saya titipkan ke mama dan sekaligus buat merayakan ultah mama.
Setelah sekian lama saya bersama suami merantau ke Melbourne dan study disana, ada banyak suka dukanya. Sukanya adalah kami merasa bersyukur bisa merasakan pengalaman yang (mungkin) belum tentu dirasakan oleh orang lain, atau mungkin ada beberapa orang yang sangat ingin merantau dan menimba ilmu di negeri Kangguru tapi belum mendapat pencerahan (seperti saya dulu karena keinginan ini baru tercapai setelah saya menikah dan punya anak). Dukanya.. tentu bisa ditebak! Berpisah dengan anak untuk bekerja dan belajar di sana itu bisa jadi "cemoohan" beberapa orang. Banyak sekali orang yang ketemu dan tau bahwa kami sudah punya anak langsung memberikan judgement "How can you do that??" dan tentu saja itu tidak bisa saya artikan sebagai pujian, meskipun kalo saya bilang jangan melabeli saya dengan pertanyaan macam gitu dan beberapa menjawab (entah karena tak mau berdebat) dengan bilang kalau hal itu berat sekali, kalau saya di posisimu, saya nggak bisa.. dll.. Tetap saja bagi saya yang merupakan seorang mama, dalam hati ya sebel donk.. Apa yang kami lakukan saat ini adalah plan kami (dan plan-nya Tuhan), tentu saja nggak bisa disamakan.. Banyak yang bilang, kok kamu hamil dulu kalau memang ada rencana begitu.. Lah gimana.. memang Tuhan baru buka jalan pada waktu saya hamil 5 bulan! Dan kalau saya nggak punya anak sekarang, mungkin juga nggak akan punya anak dalam beberapa tahun kedepan selama merintis kehidupan di negeri orang.. :p

Anyway.. saya mau membagikan sedikit cerita buat beberapa pembaca yang mungkin bernasib sama.. GALAU.. Siapa yang nggak galau kalau di posisi harus "menitipkan" anak sementara ke orang tua, meskipun kita yakin si nenek dari anak ini sangat sayang dan telaten dalam merawat anak.. Yakin kalau si nenek bakal memberi nilai nilai baik bagi anak bahwa orang tua mereka sedang menata masa depan yang lebih baik dan bahwa orang tua dari anak itu sayang banget dan bukan bermaksud menelantarkan.. Tapi hati orang tua mana yang nggak gamang kalau sudah dihadapkan dengan pilihan ini.. Mau menerima tantangan yang mungkin bisa merubah masa depan atau stay in the comfort zone dan mungkin kehidupan bakal gitu gitu saja dengan beriman bahwa Tuhan pasti mencukupkan dan buka jalan (lain) - kalau opportunity ini tidak dianggap sebagai "jalan dari Tuhan". Tiap orang itu berbeda beda.. jangan disamakan.. Ada beberapa orang yang harus mengambil keputusan nyeleneh daripada harus menyesal di masa tua.. "Kenapa dulu ada kesempatan tapi kita tidak mencoba, tau begitu kan..... tau begini kan....." dan saat kita berpikir begitu segala sesuatu sudah terlambat.. kita sudah terlalu tua untuk berbuat nekat.. and at least, we are trying.. kalaupun gagal (kalau bisa sih jangan), kita kan sudah mencoba daripada harus bertanya tanya di kemudian hari.. Hidup cuma sekali, kawan!

Nah kalau memang harus mengambil cara seperti ini, kita pun juga harus punya beberapa bekal:

1. KUPING TEBAL
Terutama buat perempuan, kaum ibu! Jangan kaget kalau di mana mana dan ketemu orang, banyak yang komentar: kok bisa? Kok tega? Kalau memang mau sekolah lagi, ngapain bikin anak duluan? kalau aku jadi kamu, aku nggak bisa.. dan sebagainya.. Kebanyakan yang bilang gitu.. ya perempuan juga! Duhhh rasanya kalau denger seperti itu, ya sebel, ya sedih, ya campur campur kan! Memang lidah lebih tajam daripada SILET

2. HATI BAJA
Kalau sudah mengambil keputusan seperti ini, lapisilah hatimu dengan baja supaya gak gampang terluka.. Banyak orang memberi judgement tanpa memperhatikan perasaan perempuan.. dan kebanyakan yang begituin ya perempuan! Hahaha.. memang perempuan adalah makhluk yang unik.. Makhluk perasa tapi terkadang sulit untuk mengerti perasaan perempuan lainnya.. Sigh.. Lah kalau punya kantong tebal mah ngapain  pisah sama anak?Tinggal sewa apartment mewah, bayar nanny, boyong anak, semua mudah.. Tapi untuk penghuni bumi rata rata ya beginilah ceritanya.. Harus pandai mengatur budget lah!

3. RENCANA MATANG
Ketika kita merantau dan berpisah dengan anak (sementara), kita juga harus memberi target waktu.. Kapan akan memboyong anak kemari.. dan target, jangan kaget, kadang juga bisa meleset.. Seperti target saya untuk memberangkatkan Jose Maret kemarin pakai visa turis, ternyata visanya ditolak dengan alasan anak dibawah 5 tahun belum bisa jadi turis (karena mamanya bukan Victoria Beckham, coba kalau si VB bawa harper umur 1 bulan melancong jadi turis, ya sah sah aja kan?).. Dunia memang nggak adil.. tapi toh aku juga bisa pulang ke Indo.. toh Tuhan punya rencana.. dan kami juga masih punya rencana selanjutnya bahwa setelah Jose bisa jalan, kami akan apply visa dependent buat Jose dan bisa minta bantuan mama buat merawat Jose bersama di sini.. (Note: saat ini Jose berusia 13 bulan, baru bisa jalan dengan berpegangan pada benda dan baru bisa memberikan ceramah dengan bahasa bayi).. Tapi sekali lagi, manusia berencana tapi Tuhan juga punya rencana yang lebih mantap.. dan kita akan melihat (beberapa bulan ke depan), apakah rencana kami sesuai dengan rencana Tuhan atau tidak..

Dan sebagai pelengkap, tentunya kita harus punya IMAN kepada Tuhan.. "Tuhan tidak ingin umatnya di dunia ini seperti naik wahana istana boneka yang santai santai saja dan boring, tetapi Tuhan ingin agar umatNya di dunia ini merasakan serunya naik Kora Kora (Dufan, Jakarta)" - dikutip dari kotbah Pdt. Gilbert Lumoindong.

So.. pertanyaannya.. setelah 6 bulan berpisah apakah ikatan batin orang tua (khususnya ibu) bisa terputus? Tentu saja TIDAK! Saya sudah membuktikannya sendiri. Apalagi saya memberikan ASI eksklusif sebelumnya hingga 6 bulan.. Apalagi saya dan suami juga skype tiap hari supaya anak bisa familiar dengan wajah dan suara kami meskipun sebagai bayi umur setahun masih belum bisa fokus dengan skype. Yang terpenting, kami sudah melakukan segalanya untuk menjaga komunikasi kami dan membuat anak bisa familiar dengan kami. Yang mengejutkan, ternyata dalam hitungan hari, anak saya bisa memanggil saya "Mama" dengan lancar dan lantang. Jose juga nggak pakai acara ketakutan melihat saya seperti melihat orang asing (atau mungkin karena kepribadiannya yang pemberani dan memang gak pernah takut pada orang asing) dan bisa langsung lengket dan ketawa ketiwi bahkan nggak sampai 3 jam dari pertemuan pertama kami setelah 6 bulan terpisah.
Di Indonesia, kami melewatkan quality time, merayakan ultah mama, bobo-nya Jose dengan makan kue tar bersama Jose, simple but meaningful, isn't it?


Anak kami bermain jadi Astronaut (Kepalanya dimasukkan sendiri - under supervision)


Kue ultah mama - angry bird favorit Jose


My son's first step (saya tidak benar benar tertinggal dalam momen ini kan?)

Of course Jose knows that mama loves him so much!

Well.. postingan saya ini bukan untuk memprovokasi para ibu buat meninggalkan anak untuk mengejar mimpi.. Tentu saja itu sesuai dengan situasi dan kondisi pribadi masing masing.. Tentu saja sesuai dengan pedoman dan nilai hidup yang dipegang oleh pribadi masing masing.. Tapi saya hanya ingin membuka wawasan orang orang saja yang kadang memberi label pada orang tua yang sedang berusaha menata masa depan untuk keluarga (dan tentu saja masa depan anaknya).. Sejak saya tinggal di Aussie, saya bertemu dengan beberapa ibu yang harus meninggalkan anak, contohnya ada teman saya perawat dari Philliphine, di sana kan gaji perawat kecil, sedangkan kalau di Australia kan BESAAAR dan masuk daftar skill yang dibutuhkan.. Dia berjuang untuk membanggakan orang tuanya dan untuk memberi masa depan yang lebih baik untuk anaknya.. Ada juga ibu muda (Istri dokter dari Nigeria), meskipun sudah dari keluarga berada, dia memperjuangkan masa depan keluarganya dan dengar dengar bulan Mei ini keluarga mereka sudah akan berkumpul lengkap di Melbourne setelah hampir setahun dia berpisah dengan anak.. Itu saja 2 kisah yang satu college dengan saya.. Pastinya di dunia ini banyak juga ibu ibu yang berjuang demi masa depan, dan jangan salah.. Ikatan batin anak dan orang tua yang tinggal terpisah.. Tak akan bisa benar benar terpisahkan! Believe it or not.. Just for our better future! :)




Written by: Anita - while waiting for my flight at Ngurah Rai International Airport, back to Melbourne (25.04.2015)

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Jose's Birth Story

Hai.. Sebenarnya anakku Jose ini udah lahir sejak bulan Maret 2014, tapi karena aku baru tertarik buat nge-blog sekarang, jadinya aku baru nulis sekarang deh.. hehehe.. Oke, kita mulai ceritanya dari waktu Jose masih berupa benih di dalam kantong rahim.. Waktu itu bulan Agustus 2013, udah setengah taon lebih aku married and belum dikasih momongan.. Waktu itu aku iseng buat test pack soalnya aku merasakan gejala mens sejak seminggu yang lalu tapi nggak keluar keluar mens-nya.. Sempat ada bercak di CD tapi tetep aja aku tunggu berhari hari juga enggak bocor.. Akhirnya waktu itu hari sabtu, aku test deh pagi-pagi.. Pikirku sekalian mumpung sabtu, kalo hasilnya positif, bisa langsung ke dokter.. Aaaand.. Jeng jeng!! Dua garis lohhh sodara .. :) Aduh seneng donk ya.. langsung waktu itu aku kasih tau suami yang barusan bangun tidur.. waktu itu dia masih setengah percaya nggak percaya, akhirnya kami putuskan untuk USG hari itu juga ke Siloam Surabaya.. Dan ternyata aku hamil 4 minggu hihi...

Akhirnya kami jadi Permanent Resident Australia

Akhirnyaaaa… Kami sekeluarga mendapatkan permanent residency dari Pemerintah Australia. Satu lagi mujizat Tuhan yang terbesar dalam hidupku. Perjalanan kami untuk mendapatkan PR Australia ini cukup panjang dan berkelok kelok dan dengan kuasa Tuhan, DIA membuat segala sesuatunya indah pada waktuNya. Berawal dari perbincangan saya dengan teman semasa kuliah dulu di tahun 2014, saya dan suami bertekad untuk mendapatkan permanent residency ini. Dan langkah yang kami ambil sebenarnya sangat ekstrem. Saat itu saya sedang hamil Jose. Di bulan ke 7 kehamilan saya, saya mencoba mendaftar di salah satu Institute di Melbourne dan akhirnya diterima di sana. Kami menjual aset kami yang ada di Indonesia untuk terbang ke Melbourne dan memulai hidup sebagai student di sana. Dengan berat hati karena pemegang Student Visa Australia tidak bisa mendapatkan fasilitas Childcare yang harganya bisa mencapai 700ribu rupiah / 60-70 AUD per hari maka kami pun meninggalkan anak kami yang masih bayi yang saat...